Pemerintah Gagal Lindungi Warga Syiah
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menilai pemerintah gagal melindungi penganut Syiah sehingga kasus penyerbuan kembali berulang di Sampang, Jawa Timur.
“Pemerintah tak boleh diskriminatif dalam melindungi warga negara,” kata Ketua Komisi Ifdhal Kasim kepada Tempo, Minggu, 26 Agustus 2012.
Menurut Ifdhal, pemeluk Syiah di Sampang jelas-jelas memiliki hak dilindungi sebagai warga negara. Pemerintah daerah dan Kementerian Agama harus bertanggung jawab atas terjadinya bentrokan terbaru ini. “Jangan sampai ada kesan blaming the victims (menyalahkan korban),” ujarnya. “Harus ada pengusutan serta proses hukum yang jelas terkait pembunuhan warga Syiah ini.”
Sekitar 200 warga anti-Syiah menyerbu permukiman milik komunitas Syiah di Dusun Nangkernang, Desa Karanggayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Jawa Timur, Minggu pagi, 26 Agustus 2012. Mereka melempari rumah dengan batu.
Aksi tersebut dibalas pemuda Syiah sehingga bentrokan pun tak terhindarkan. Setidaknya dua penganut Syiah tewas akibat sabetan celurit. Sekitar 10 rumah juga terbakar. “Kerugian lain belum tahu karena kami masih bersembunyi,” kata sumber berinisial HI, yang enggan menyebut nama lengkapnya.
Pembakaran rumah milik warga Syiah bukan pertama kali terjadi di Sampang. Sebelumnya, akhir Desember tahun lalu, massa anti-Syiah membakar rumah Tajul Muluk, pemimpin Syiah Sampang. Tajul tengah menjalani vonis dua tahun penjara dalam kasus penodaan agama.
Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia menyangkal kabar soal lemahnya intelijen dalam mengantisipasi konflik Syiah, yang beberapa kali terjadi di Sampang. “Deteksi dilakukan, namun eskalasi meningkat,” kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Anang Iskandar.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto menyatakan seharusnya ulama dan tokoh masyarakat ikut bertanggung jawab menghindari terjadinya bentrokan. “Kok, menyalahkan kepolisian? Mestinya ulama dan tokoh masyarakat ikut memberi pencerahan pada umat dan warganya,” ujar dia.
Namun Direktur Lembaga Bantuan Hukum Surabaya M. Faiq Assiddiqi menilai aksi kerusuhan yang terjadi kemarin juga merupakan bagian dari ketidaktegasan polisi dalam mengamankan warga. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Jawa Timur, Andy Irfan, menyebutkan, ”Saat penyerbuan, ada dua polisi di tempat kejadian.”
SUBKHAN | FRANSISCO R | ARYANI K | F. TAUFIQ | DINI M | BOBBY
TEMPO.CO
Tinggalkan Balasan