Spiritual Entrepreneur dari Moment Ramadhan
Ahmad Nurcholish
Bulan Ramadhan diyakini umat Muslim sebagai bulan penuh berkah dan hidayah. Selain berkah pahala, Ramadhan sesungguhnya mampu memberikan spirit yang mendalam bagi terciptanya semangat entrepreneur di kalangan anak muda. Bagaimana hal itu bisa kita dapatkan?
Selain bertabur pahala dari rangkaian ritual ibadah yang kita jalankan selama Ramadhan, bulun agung ini sejatinya dapat kita jadikan ‘kawah candradimuka’ bagi terasahnya semangat kewirausahaan yang handal, khususnya bagi generasi muda. Pasalnya, dari berbagai ritual tersebut mengandung makna mendalam yang mampu menginspirasi dan memberi sugesti bagi terasahnya jiwa entrepreneur.
Pertama, puasa sebagai latihan kedisiplinan. Dalam ibadah puasa, secara syar’i, kita harus mematuhi aturan dalam hal waktu kapan boleh makan dan minum. Waktu kapan harus sahur dan kapan boleh berbuka puasa telah ditentukan sedemikian rupa sehingga dalam rentang itu kita tidak boleh makan dan minum seenaknya saja. Di sinilah disiplin dalam hal memenuhi kebutuhan biologis terlatih selama Ramadhan.
Dalam konteks entrepreneurship kedisiplinan menjadi prasyarat utama bagi mereka yang ingin meraih keberhasilan dalam berwirausaha. Disiplin dalam hal berinvestasi, mengelola keuangan, mengatur cashflow perusahaan, membuat perjanjian dengan rekanan, juga disiplin dalam hal mengelola waktu. Tanpa kedisiplinan seorang entrepreneur akan mengalami kesulitan dalam mengembangkan usahanya.
Kedua, puasa melatih kejujuran. Antara mereka yang puasa dan tidak, secara kasat mata sulit untuk dibedakan. Karena itu, bagi yang puasa, ia dilatih untuk bersikap jujur, baik kepada diri sendiri maupun kepada Tuhan-nya. Dalam berwirausaha kejujuran merupakan hal penting yang harus dimiliki. Kejujuran inilah yang akan membuat kita dipercaya oleh rekanan maupun konsumen kita. Banyak pengusaha kolaps oleh karena ia tak jujur dalam menjalankan usahanya. Entah dalam hal manajemennya, pembuatan produknya, maupun pelayanannya ke konsumen. Dengan puasa kita dilatih untuk senantiasa bersikap jujur, khususnya dalam berwirausaha.
Ketiga, puasa melatih kesabaran. Dalam menjalankan puasa tentu akan banyak godaan. Entah dari yang namanya makanan, rasa lapar dan dahaga yang tak tertahankan, maupun godaan yang selalu memanjakan pandangan mata. Namun, karena kita tengah puasa, maka kita belajar sabar dalam menghadapinya. Dengan kesabaran itu maka Tuhan akan memberikan pahala yang tak terkira. “Sesunguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah, yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas,” demikian firman Tuhan dalam Al-Qur’an, Surat Az-Zumar, 39:10.
Dalam berbisnis kesabaran merupakan hal penting yang harus ada dalam jiwa entrepreneur. Sabar dalam menghadapi tantangan, sabar dalam menghadapi resiko, dan sabar dalam menanti hasil yang maksimal. Tanpa kesabaran, maka bukan tidak mungkin kita akan mudah berputus asa ketika mengalami kesulitan, menghadapi kendala, dan ketika hasil usaha kita tak kunjung tiba.
Keempat, saat Ramadhan bukan hanya ibadah mahdah (wajib) saja yang harus kita jalankan, tapi juga ibadah sunnah sebisa mungkin kita laksanakan. Sholat Tarawih setiap malam usai sholat Isya’ misalnya dapat kita jalankan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Bagi entrepreneur, Ibadah sunnah ini dapat kita maknai sebagai upaya tambahan selain usaha-usaha standar yang harus dijalankan. Kita bisa berhasil jika telah melakukan upaya-upaya melebihi yang diupayakan oleh orang lain. Kalau biasa-biasa saja, maka hasilnya pun standar saja. Sebaliknya, jika upaya kita lebih dari biasanya, maka hasilnya pun akan lebih maksmal.
Kelima, puasa melatih kita untuk berderma. Misalnya melalui infak, shodaqah, maupun zakat. Dalam bulan-bulan biasa mungkin hanya sedekah saja yang kita lakukan, sementara yang lain belum. Nah, saat Ramadhan tiba kita berlomba untuk memperbanyak derma, karena selain kita menyakini bahwa di dalam harta kita terdapat hak orang lain, juga sebagai implementasi dari rasa social kita kepada sesama.
Seorang entrepreneur yang telah melatih dirinya melalui ibadah Ramadhan, akan menyadari bahwa harta dari hasil usahanya bukan miliknya tunggal. Di sana ada hak bagi fakir-miskin. Karena itu ia akan memberikan hak itu kepada mustakhiq, yang berhak menerimanya. Tak hanya itu, dari semangat berderma itu ia terhindar dari rasa untuk mendominasi orang-orang yang bekerja (sama) dengannya, sehingga muncul kesadaran untuk membantu, menghantarkan orang-orang itu untuk dapat berhasil pula. Ia akan merasa bangga jika staf, karyawan, atau siapapun yang membantu dirinya dalam membangun usaha, kelak dapat pula meningkat menjadi pengusaha seperti dirinya.
Keenam, saat Ramadhan kita berlomba-lomba untuk sebanyak mungkin men-daras al-Qur’an. Tidak hanya membaca, tetapi juga memahami dan memaknai isinya. Bagi seorang entrepreneur al-Qur’an merupakan lautan pengetahuan yang dapat ia jadikan guidden (huda: petunjuk) untuk menjalankan usaha. Di sana ada aturan sekaligus paduan bagaimana mejadi wirausahawan yang baik. Itulah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ketika ia bertindak sebagai entrepreneur bersama istrinya, Khadijah yang memang seorang business-women.
Ketujuh, akhir Ramadhan selalu kita rayakan bukan dengan hura-hura, melainkan dengan saling bersilaturrahim dan saling memaafkan. Sebagai entrepreneur, silaturrahim, mengunjungi relasi, stakeholder, rekanan merupakan treatment yang baik untuk ‘pengembangan’ bisnis. Kenapa? Sebab mereka adalah salah satu asset berharga kita. Jalinan silaturahim dengan mereka harus tetap terjaga.
Lebih dahsyat dari itu adalah saling memaafkan. Tak terhindarkan, dalam berbisnis, entah sengaja atau tidak kita melakukan kesalahan, kekhilafan yang mungkin saja membuat kecewa, sakit hati relasi kita. Maka, di hari Idul Fitri itulah kita jadikan moment untuk saling membuka pintu maaf, untuk menenangkan hati, melapangkan jiwa. Semoga!
Majalah INTREPRENEUR, No. 004 Juli-Agustus 2012
Tinggalkan Balasan