Nikah Beda Agama: Mengapresiasi Keragaman
Pemerintah kita itu tidak pernah membuat kebijakan yang membuat masyarakat menjadi tenteram. Apalagi mengenai pernikahan beda agama. Paling tidak, ya pemerintah itu tidak perlulah melarang pernikahan beda agama, tapi bagaimana membuat pernikahan beda agama itu dicatatkan. itu saja. Jadi tugas negara itu adalah mencatatkan peristiwa-peristiwa sipil di dalam kehidupan warga negara, termasuk di dalamnya adalah peristiwa pernikahan. Karena pemerintah tidak berhak mengatakan ini perkawinan yang sah atau perkawinan yang tidak sah,” begitulah kata sambutan dari Musdah Mulia, selaku ketua umum ICRP.
Konsekuensi logis
Musdah Mulia, memberikan kata sambutannya, pada tanggal 30 Maret 2012, di Aula PGI (Persekutuan Gereja Gereja di Indonesia), yang terletak di bilangan Salemba. Sekolah Agama ICRP kali ini membahas mengenai tema Nikah Beda Agama sekaligus peluncuran buku “Menjawab 101 Masalah Nikah Beda Agama” karya Ahmad Nurcholish. Acara ini bisa tersellenggara berkat kerjasama ICRP dengan PGI, Yayasan Harmoni Mitra Madania dan penerbit Harmoni Mitra Media. Saat acara ini berlangsung di Salemba, juga tengah berlangsung aksi unjuk rasa yang menolak BBM.
Selanjutnya, Musdah Mulia, menyatakan bahwa ICRP itu sejak berdirinya telah memiliki concern terhadap pernikahan agama. Menurutnya pernikahan beda agama adalah sebuah konsekuensi logis dari masyarakat Indonesia yang plural. “Masyarakat kita adalah masyarakat yang plural, berbeda agama, berbeda suku, lalu kenapa perkawinan itu tidak bisa berbeda-beda? Kita tidak mengkampanyekan agar semua orang harus setuju secara teologis terhadap pernikahan beda agama. Ya itu salah lagi kalau memaksakan keyakinan kepada seseorang, tetapi bisakah kita semua agar sedikit lebih toleran membiarkan orang lain yang memilih menikah beda agama, kalau itu merupakan pilihan dia. Pilihannya sebagai warga negara dan pilihannya sebagai manusia,” kembali pengajar dari Universitas Islam Negeri itu menambahkan kata sambutannya.
Sekolah Agama kali ini, yang lebih menyerupai dialog publik, dilakukan dengan mengundang beberapa narasumber lintas agama seperti Pdt Dr. Robert Borrong (Kristen, Dosen STT Jakarta), Dr Andang L Binawan (Katolik, Pengajar STF Driyarkara dan Anggota Tribunal Keuskupan Agung Jakarta), Jo Priastana (Budha, Pengajar STAB Nalanda), Ahmad Nurcholish yang beragama Islam selaku penyusun buku dan acara ini dimoderatori oleh Nur Kafid, MA (Direktur Pelaksana ICRP).
Ahmad Nurcholish, adalah orang pertama yang menyampaikan pemaparannya. Kali ini beliau melakukan pemaparan yang berdasarkan angka-angka (fakta dan data), berbeda dari biasanya yang lebih mengisahkan pengalaman empirisnya. Dari data yang beliau paparkan maka terlihat bahwa beberapa masalah yang serintg dihadapi oleh pasangan yang akan melakukan nikah beda agama adalah: dari faktor agama(wan), lembaga ke(agama)wan, keluarga, oknum negara dan faktor lingkungan/ masyarakat. Sejak bulan November 2004 sampai Maret 2012, beliau sudah melakukan konseling kepada 1.109 yang berkeinginan untuk melangsungkan pernikahan beda agama. Sedangkan pasangan yang berhasil melangsungkan nikah beda agama, sejak 2005 sampai dengan Maret 2012 adalah sebanyak 282 pasangan. Dari angka tersebut maka jumlah pasangan terbesar yang melangsungkan nikah beda agama adalah dari agama Islam-Kristen (148 pasangan) dan Islam-Katolik (127 pasangan). Sedangkan hanya 1 pasangan saja yang berasal dari agama Islam dan Khong Hu Cu. Pasangan itu adalah Ahmad Nurcholish dengan istrinya sendiri. Bahkan pada saat itu Indonesia masih mencatatkan 5 agama yang dipandang “resmi”. Aneh. Namun setelah pasangan ini menikah ternyata mendapat respon yang positif dari banyak pihak. Respon positif tersebut diantaranya terdapat dalam buku “101 Menjawab Masalah Nikah Beda Agama” ini.
Catatan sipil
Terkait pernikahan beda agama ini, Musdah Mulia kembali menekankan dua hal penting, yaitu agar semua orang bisa toleran, bisa saling menghargai dan mengapresiasi mereka yang memilih nikah beda agama. Selanjutnya penekanan penting ditujukan kepada negara. Guru besar dari UIN itu kembali menegaskan, “Karena itu ICRP juga mendorong upaya-upaya advokasi agar pemerintah kita mau memberikan jalan bagi dibolehkanya pencatatan sipil kepada pernikahan beda agama ini, secara meluas, di seluruh kantor catatan sipil. Karena setahu kami baru sedikit kantor catatan sipil yang mau mencatatkan pernikahan beda agama. Mengapa perlu dicatatkan? Ya karena dalam pengalaman kami pernikahan beda agama sesungguhnya banyak dilakukan di masyarakat, cuma tidak dicatatkan saja. Apa kemudian yang terjadi bila tidak ada pencatatan? Ya perempuan dan anak-anak inilah yang menjadi korban. Karena itu marilah kita tidak membiarkan ada sebuah perkawinan tapi tidak dicatatkan.” Selama ini banyak pasangan nikah beda agama yang melakukannya di luar negeri. Setelah namanya tercatat di kantor catatan sipil di sana, mereka kembali ke Indonesia, dan “hebatnya” kantor catatan sipil di Indonesia langsung saja bisa menerimanya.*) Chris Poerba/icrp-online.org.
Sharing/konseling seputar nikah beda agama dpt menghubungi:
Email: nurcholish2012@gmail.com
0813 1106 8898
021-5120 6554
Tinggalkan Balasan