Belajar dari Bob Sadino dan Frans Johansson
Kegagalan bagi sebagian orang, termasuk saya, merupakan momok yang ‘menakutkan’ yang sebisa mungkin harus dihindari, atau paling tidak diminimalisir. Bahkan dalam organisasi kompetitif, baik social maupun corporasi, kegagalan menjadi hal terburuk untuk dihindari, di mana orang yang melakukan kegagalan tidak hanya kehilangan kepercayaan dirinya, tetapi juga merosot kredibilitasnya, bahkan mungkin diturunkan jabatannya atau dipecat.
Sungguh merupakan keberuntungan bagi saya, beberapa waktu lalu saya bertemu dengan orang-orang luar biasa, tak hanya memotivasi tapi juga menginspirasi banyak hal. Orang pertama yang saya temui adalah ‘presiden’ entrepreneur negeri ini. Siapa lagi kalau bukan Bob Sadino. Dalam obrolan pagi di rumahnya di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan selama dua jam lebih itu saya mendapatkan banyak hal bernilai yang sungguh amat berguna bagi kehidupan saya mendatang. Mungkin juga bagi anda pembaca.
Pertama, meski ini bukan kali pertama saya mendengar, Om Bob mengatakan demkian, saya tetap merasa apa yang diucapkannya sungguh menohok kesadaran dan kedirian saya sebagai seorang karyawan yang bekerja pada perusahaan milik orang lain. Ia mengatakan bahwa “Tidak mungkin Anda menjadi orang berhasil atau sukses jika tetap berada di sini!,” tandasnya sembari menunjuk majalah intrepreneur. “Dengan tetap berada di sini kaki dan tangan Anda terkekang, bahkan otak Anda juga tersandera,” ucapnya lagi.
Karenanya, saran pengusaha sukses kelahiran Lampung, 9 Maret 1933 ini, jika ingin berhasil harus memulai merintis usaha sendiri. Saat ia mengucapkannya demikian, saya langsung menukasnya, “Itu tidak mudah Om, butuh keberanian dan kesiapan menghadapi segala resiko.” “Itulah masalahnya, Anda tidak punya keberanian!,” timpal lelaki 78 tahun ini. Lalu ia melanjutkan, untuk berhasil harus berani memulai melangkah. Ia mengungkapkan bahwa dulu ketika dirinya memutuskan untuk keluar dari tempatnya bekerja karena ada keberanian untuk tidak lagi mendapatkan penghasilan tetap serta berbagai layanan dan fasilitas yang didapatkan.
Kedua, menurut Om Bob, setelah berani meninggalkan pekerjaan tetap, mulailah untuk melangkah. Dengan langkah itu sesungguhnya kita telah memulai start untuk meraih keberhasilan. Menurutnya tidak perlu memikirkan apakah usaha itu kelak akan berhasil atau sebaliknya. “Yang penting Anda sudah melangkah, jangan lama-lama membuat perencanaan!,” ucap pemilik Kem Chicks dan Kem Food ini.
Ketiga, dan ini hal terpenting sepanjag obrolan pagi di akhir Juli itu, jika sudah melangkah untuk menjalankan usaha fokuslah pada result negatifnya, bukan hasil positifnya. “Kalau hasil positif ya sudah, biarkan jalan terus. Fokuslah pada sisi negatifnya, pada kegagalan yang kita alami. Sebab dalam kegagalan itu ada banyak pelajaran di dalamnya,” ungkapnya.
Om Bob menambahkan bahwa dengan focus pada kegagalan yang kita hadapi maka kita berupaya untuk mengetahui kenapa gagal, apa sebabnya, lalu bagaimana mengatasinya, dan seterusnya. Dengan cara ini maka pelajarn demi pelajaran kita dapatkan untuk meraih keberhasilan berikutnya. “Kebayakan dari pengusaha (pemula) lebih banyak focus pada result keberhasilannya sehingga tak mendapatkan apa-apa dari kegagalannya,” imbuh suami Soelami Soejoed ini.
Orang kedua yang memberikan inspirasi bagi saya adalah Frans Johansson, konsultan dan penulis sejumlah buku yang menginspirasi. Ia juga pendiri dan CEO Inka.Net, sebuah perusahaan peranti lunak yang berbasis di Boston, AS.
Salah satu hal penting yang dia ulas melalui bukunya “The Medici Effect” adalah, untuk menjadi sukses harus memiliki banyak ide. Menurut peraih gelar MBA dari Harvard Business University ini semakin banyak ide yang kita jalankan, semakin besar peluang mewujudkan sesuatu yang betul-betul inovatif. Namun, Frans juga mengingatkan, tidak semua ide kita akan berhasil. Oleh karena itu orang-orang inovatif mengalami kegagalan lebih banyak daripada rekan imbangan mereka yang kurang kreatif.
Hal itulah yang menurut Frans mereka yang banyak ide itu sangat sulit, bahkan mustahil untuk tidak membuat kesalahan dalam menjalankan rencana-rencana aksi yang telah ditetapkan dengan baik. Namun, umumnya seperti inilah kita memandang strategi dan penerapan. Bahkan, kata Frans, kita terbiasa mendekati tantangan baru apa pun dengan pertanyaan seperti: Apa tujuan kita dan bagaimana kita bisa sampai ke sana?
Hal penting lain dari Frans Johansson, yang (mungkin) senada pula dengan Bob Sadino adalah bahwa pelaksanaan sukses ide-ide tersebut tidak timbul dari perencanaan untuk sukses, tetapi merencanakan untuk gagal. Ini adalah ide yang tidak kita harapkan, tetapi menurut Frans sangat penting. Karena kita tidak bisa mengandalkan pengalaman sebelumnya untuk merencanakan jalan pelaksanaan yang sempurna, kita harus mengandalkan pembelajaran apa yang berhasil dan apa yang tidak. [ ] Ahmad Nurcholish/intrepreneur, Edisi Agustus 2011.
Tinggalkan Balasan