Bekal Fatwa Meraih Takwa
Judul: Ensiklopedi Fatwa Ramadhan
Penyusun: Syaikh Abu Muhammad Asyraf bin Abdul al-Maqshud
Penerbit: Pustaka As-Sunnah, Jakarta, Juli 2009, 884 halaman
Sahabat Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Setiap amalan anak Adam untuknya satu
kebaikan dibalas dengan 10 sampai 700 kebaikan. Allah berfirman, ‘Kecuali puasa, karena dia untuk-Ku (Allah) dan Aku yang akan membalasnya’.” Hadis ini sahih, dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Ya, puasa adalah aktivitas ibadah yang istimewa. Yang tahu seseorang benar-benar menjalani ibadah puasa hanyalah dirinya dan Allah. Jika seseorang menunaikan salat, ibadah haji, dan membayar zakat, misalnya, aktivitas ini tentu diketahui orang lain. Lain halnya dengan puasa, meskipun seseorang tampak makan sahur dan berbuka, esensi puasa yang sebenarnya tidak diketahui orang lain. Bisa saja seseorang makan sahur dan berbuka bersama, tapi ketika rentang waktu berpuasa itu yang bersangkutan secara diam-diam minum atau makan, tak ada orang yang tahu.
Di sinilah makna sebenarnya puasa: pengendalian diri terhadap nafsu insani. Dan jika seseorang lulus ujian dalam menjalani ibadah puasa, maka ia termasuk orang-orang yang bertakwa (Q.S. 2: 183). Inilah tujuan puasa yang sebenarnya: menuju insan yang bertakwa.
Karena itu, pahala bagi orang yang benar-benar menjalani ibadah puasa tidak masuk dalam kisaran 10 sampai 700 kebaikan, sebagaimana sabda Nabi SAW yang diriwayatkan Abu Hurairah tersebut. Pahala atas orang yang menjalani puasa sungguh berlipat-lipat. Karena puasa ini untuk-Nya, maka Dia-lah yang berhak memberi pahala dengan besaran yang tak terbatas, hanya Allah yang tahu.
Maka, agar benar-benar berkualitas, ibadah puasa mesti dijalani dengan ilmu. Betapa banyak orang yang menjalani puasa fisik –dengan tidak makan dan minum– tapi dia tidak bisa menjaga adab (etika) dalam bicara, misalnya.
Untuk itu, dibutuhkan bimbingan ulama agar kualitas ibadah puasa seseorang bisa benar-benar terjaga. Buku Ensiklopedi Fatwa Ramadhan yang disusun Syaikh Abu Muhammad Asyraf bin Abdul al-Maqshud ini sungguh besar manfaatnya. Mereka yang mengeluarkan fatwa adalah ulama kaliber internasional. Ada delapan ulama yang fatwanya seputar puasa dihimpun dalam buku ini. Mulai Ibnu Taimiyah (meninggal pada 26 September 1328), Syaikh Abdu al-Aziz bin Abdullah bin Baz (meninggal 13 Mei 1999), sampai Syaikh Muhammad al-Shalih al-Utsaimin (meninggal 10 Januari 2001).
Buku setebal 884 halaman ini disusun dalam empat bab. Bab pertama berisi tentang fatwa-fatwa dan hukum-hukum puasa. Bab kedua tentang fatwa-fatwa salat dan tarawih. Bab ketiga tentang fatwa-fatwa ‘iktikaf dan lailatul qadr. Dan bab keempat tentang fatwa-fatwa zakat fitri. Dalam buku ini, kita akan mendapat penjelasan secara syar’i tentang apa yang boleh, apa yang dilarang, dan apa yang mesti dihindari selama menjalani ibadah puasa.
Selama menjalani puasa, apakah boleh minum obat? Bolehkah orang yang sedang berpuasa diberi obat melalui jarum suntik? Apakah seseorang yang berpuasa diperbolehkan diambil darahnya untuk kepentingan pemeriksaan kesehatan? Bagaimana dengan bekam dan donor darah? Bagaimana pula dengan lelaki yang bermimpi basah di siang hari, sedangkan dia dalam keadaan berpuasa?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu akan ditemukan secara gamblang dalam buku ini. Fatwa-fatwa tersebut bisa dijadikan sandaran guna meraih derajat takwa.
Herry Mohammad
[Resensi, Gatra Edisi Khusus Beredar Kamis, 13 Agustus 2009]
Tinggalkan Balasan