Oleh: ahmadnurcholish | Maret 30, 2009

130 Perempuan Pilih Cerai

stop-no-more-abuse1Hari Perempuan Internasional

130 Perempuan Pilih Cerai Agar Terhindar KDRT

Perempuan yang menggugat cerai mencapai 49% dan 3%nya suami yang menceraikan korban.

Hari perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret kemarin diwarnai dengan kian maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga. KDRT yang kerap menimpa kaum hawa ini membuat mereka memilih perceraian sebagai jalan akhir agar terhindar dari kekerasan berkelanjutan.


Sepanjang awal tahun hingga akhir Februari 2009 misalnya, LBH APIK Jakarta mencatat kasus kekerasan terhadap perempuan sebanyak 160 kasus melalui pengaduan langsung (90 kasus) maupun melalui telepon (70 kasus). Dari 160 kasus itu, 77,8% atau 130 kasus merupakan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga.


KDRT, menurut siaran pers LBH APIK Jakarta yang dikirim ke redaksi pada 11 Maret lalu, merupakan prosentase terbesar dibanding kekerasan lain seperti kekerasan dalam pacaran (4,8%), kasus paska perceraian (4,8%), ketenagakerjaan (3%), kekerasan seksual (2,4%), hak waris (2,4%), adopsi anak (0,5%), pidana lain (penipuan, penganiayaan, pencemaran nama baik akibat laporan perkosaan 1,9%), dan pengaduan lain (2,4%).


Dari 77,8% kasus KDRT atau sebanyak 130 kasus, perceraian merupakan pilihan tertinggi bagi perempuan korban untuk menyelesaikan ataupun memutus rantai kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya. Prosentase perempuan yang menggugat cerai yakni 49% dan 3% suami yang menceraikan korban.


“Dari angka gugatan cerai perempuan tersebut, 46,8% nya karena akibat dari nikah siri yang dilakukan suami yang menyebabkan KDRT berupa penelantaran rumah tangga, sedangkan sisanya karena alasan lain,” tulis siaran pers tersebut yang ditandatangani oleh Estu Rakhmi Fanani,S.Pi selaku Direktur dan Sri Nurherwati,S. H selaku Koordinator Pelayanan Hukum.


Sementara itu, dari 46,8% tersebut, 43,4% nya istri yang dinikah siri mengajukan gugatan perceraian karena menjadi korban penelantaran; dan 56,6% nya merupakan istri sah yang menjadi korban penelantaran karena suami menikah lagi di bawah tangan/siri. Sementara itu, 16% perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan diceraikan secara tidak sah diancam pidana perzinahan akibat berelasi dengan laki-laki lain.


Data faktual tersebut menunjukkan bahwa kasus perceraian paling banyak disebabkan karena suami melakukan poligami dengan pernikahan di bawah tangan (siri). Meskipun UU Perkawinan No. 1/1974 dan Kompilasi Hukum Islam telah mengatur secara tegas tentang poligami terbatas dan tata cara perkawinan, bahkan KUHP memberikan ancaman pidana bagi yang orang yang masih terikat perkawinan melakukan pernikahan lain. Namun, hal ini belum menjadi faktor pencegah terjadinya pernikahan siri yang secara realita merugikan perempuan dan anak.


Melihat fakta tersebut LBH APIK Jakarta menyampaikan sikapnya dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional 8 Maret yang menjadi titik awal diakuinya partisipasi dan peran perempuan dalam memberikan dan membuat keputusan di ranah publik maupun privat bagi terwujudnya keadilan dan kesetaraan gender di muka bumi ini.


Pertama, perempuan dalam pernikahan siri yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga tidak dapat menuntut secara pidana berdasarkan UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, karena dalam praktek hukum Aparat Penegak Hukum mendasarkan adanya perkawinan berdasarkan UU No. 1/1974 dan Kompilasi Hukum Islam yakni perkawinan yang tercatat oleh Negara, dimana Akta Nikah menjadi bukti adanya perkawinan. Hal ini yang menyebabkan 43,4 % perempuan yang dinikah siri meminta cerai suaminya, karena hukum tidak melindungi perkawinan di bawah tangan sehingga perempuan yang menjadi korban menjadi tidak terlindungi;


Kedua, perceraian sebagian besar dilakukan akibat Poligami. Bahkan poligami dilakukan dengan pernikahan di bawah tangan, tanpa ijin istri sah dan menyebabkan adanya penelantaran dalam rumah tangga bagi istri sah. Hal tersebut menunjukkan perempuan tidak dijamin hak-haknya dalam perkawinan sah maupun di bawah tangan;


Ketiga, fakta perlakuan suami terhadap istri yang sewenang-wenang dengan mengucapkan cerai tanpa putusan pengadilan dan kemudian memperlakukan istrinya tersebut sebagai bukan istrinya lagi, telah menyebabkan 1,6% perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga mencari jalan penyelesaian lain hingga disangka dan diancam tindak pidana perzinahan;


Keempat, relasi suami istri yang setara dan tidak stereotyping negative terhadap laki-laki dan perempuan belum tersosialisasi dengan maksimal baik di lingkup individu, keluarga, masyarakat, penegakan hukum, dan tata pemerintahan sesuai dengan amanat pasal 2 dan 5 UU No.7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan;


Kelima, perempuan sebagai pihak yang rentan membutuhkan akses informasi dan perlindungan yang menjamin hak-haknya sebagai perempuan dalam perkawinan terlindungi, untuk itu dibutuhkan payung hukum yang berbasis jender (memberikan perlindungan perempuan agar tidak menjadi korban dalam proses hukum pernikahan di bawah tangan/siri, poligami dan bentuk kejahatan perkawinan;


Keenam, lembaga peradilan dan upaya penegakan hukum dapat memprioritaskan perlindungan bagi perempuan dalam penanganan terhadap kasus yang menempatkan perempuan sebagai korban dalam lembaga maupun hubungan perkawinan;


Ketujuh, mengajak semua pihak agar sejalan dengan LBH Apik Jakarta untuk mencegah terjadinya perkawiman yang tidak melindungi istri, baik istri sah maupun istri yang lain, dan mengajak kepada perempuan untuk berani menolak untuk melakukan atau untuk terlibat dalam perkawinan yang penuh kekerasan apapun bentuknya. [ ] Ahmad Nurcholish


Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Kategori

%d blogger menyukai ini: