Umat Hindu Tengger Bisa Khusuk Berdoa
Selasa, 16 September 2008 | kompas.com
PASURUAN, SELASA — Pengunjung upacara Yadnya Kasada di puncak Gunung Bromo, Jawa Timur, tahun ini turun drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Akibatnya, umat Hindu Tengger terlihat lebih khusyuk melaksanakan ritual ibadatnya.
Kepala Desa Wonokitri Wartono, Selasa (16/9), mengatakan, tidak hanya jumlah pengunjung yang turun drastis, pejabat yang berkunjung ke Wonokitri Tosari pun tidak seperti tahun sebelumnya.
Wartono menyebutkan, pejabat paling tinggi pangkatnya yang menghadiri acara resmi yang secara rutin digelar di Pandapa Agung Wonokitri ini adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Pasuruan, Machmud Rief.
Kendati demikian, kata dia, acara di pendapa tetap berlangsung, seperti pengukuhan terhadap delapan pejabat di Kabupaten Pasuruan sebagai tokoh Tengger dan pergelaran kesenian tradisional suku Tengger.
Acara yang dihadiri sejumlah pejabat itu selesai sebelum pukul 24.00 WIB, mengingat umat Hindu Tengger harus segera menuju kawah Gunung Bromo untuk mengikuti puncak ritual Yadnya Kasada.
Wartono memaklumi penurunan jumlah pengunjung itu karena bersamaan dengan bulan Ramadhan. Sebaliknya, lanjut dia, umat Hindu Tengger bisa melaksanakan prosesi ritual Yadnya Kasada di puncak Gunung Bromo mulai awal hingga akhir dengan khusyuk.
Prosesi ritual Yadnya Kasada itu dimulai dengan upacara Mendak Tirta (mengambil air suci) di sumber air Gunung Widodaren, kemudian air itu dibawa ke Pura Luhur Poten pada tanggal 13 September lalu.
Selanjutnya, upacara semeninga yang dilakukan di Balai Desa Wonokitri untuk minta izin kepada Sang Hyang Widi Wasa. Acara diakhiri dengan upacara mepek, yang artinya seluruh sesajian yang akan digunakan untuk upacara Yadnya Kasada telah lengkap.
Sesaji upacara Yadnya Kasada itu sendiri terdiri atas raka tawang dan raka genep yang akan digunakan sebagai kelengkapan upacara Yadnya Kasada. Kemudian, sesaji yang dibawa ke Pura Luhur Poten juga diupacarai lagi sampai mekakat (sepakat). Maksudnya, sesaji yang berupa hasil pertanian dan peternakan yang akan dikorbankan telah direstui sang Hyang Widi Wasa.
Setelah puncak upacara Yadnya Kasada pukul 00.00 WIB, sesaji dilarung ke kawah Gunung Bromo. Wartono mengatakan, larung sesaji yang dilakukan umat Hindu Tengger Desa Wonokitri tahun ini cukup istimewa. Warga mampu melaksanakan larung sesaji (korban) kerbau ke kawah Gunung Bromo sebagai rasa syukur kepada Sang Hyang Widi Wasa.
Ia menjelaskan, Yadnya Kasada sendiri merupakan napak tilas ibadah yang dirintis cikal-bakal suku Tengger, yakni Roro Anteng dan Joko Seger. Jika Roro Anteng dan Joko Seger saat itu harus mengorbankan anak bungsunya, Kusuma, kini umat Hindu Tengger melaksanakan korban berupa hasil pertanian dan peternakan.Wartono juga mengatakan, semangat dan ketulusan umat Hindu Tengger di Pasuruan, khususnya warga Desa Wonokitri, terlihat sejak awal. Beberapa hari sebelum Kasada, sebanyak 661 kepala keluarga (KK) melaksanakan kerja bakti secara gugur gunung (bersama-sama) selama empat hari, mulai tanggal 7 sampai 10 September.
Tidak hanya itu, umat Hindu Tengger juga mengumpulkan dana untuk melaksanakan upacara Yadnya Kasada. Setiap KK dikenai biaya Rp 50.000 sehingga terkumpul dana sebesar Rp 33.650.000.
ABI
Sumber : Ant. foto: Kompas/ninuk mp
Tinggalkan Balasan