Oleh: ahmadnurcholish | September 8, 2008

Menyerahkan Amanat Pada Ahlinya (QS. An-Nisaa’/4:58)

Menyerahkan Amanat Pada Ahlinya (QS. An-Nisaa’/4:58)

 

“Dan Allah memerintahkan kamu menyampaikan amanat kepada yang layat menerimanya. Dan apabila kamu mengadili di antara manusia, bertindaklah dengan adil. Sungguh Allah mengajar kamu dengan sebaik-baiknya, karena Allah Maha Mendengar, Maha Melihat”

 

Al-Hafizh Ibnu Katsir di dalam tafsirnya menjelaskan bahwa banyak ahli tafsir sebelumnya yang mengatakan bahwa ayat ini ditutrunkan berkenaan dengan diri Usman bin Thalhah bin Abu Thalhah.

 

Nama asli Abu Thalhah ayah Usman ini ialah Abdullah bin Abdul Uzza bin Usman Abdid Daar bin Qushai bin Kilab al-Quraisy al-Adbari. Ia merupakan juru kunci (hajib) yang mulia.

 

Dalam Tafsir Al-Azhar (Juz V, h.116), Hamka menjelaskan bahwa Abu Thalhah merupakan anak paman (Ibnul’Ammi) dari Syaibah bin Usman bin Abu Thalhah, yang di tangan keturunannya terpegang kunci Ka’bah sampai sekarang.

 

Usman sendiri masuk Islam susai perjanjian genjatan senjata bersama Khalid bin Walid dan Amer bin al-‘Ash.

 

Menurut Ibnu Katsir, kutip Hamka, sebab turunnya ayat ini ialah ketika Rasulullah saw meminta kunci Ka’bah daripadanya (Usman) sewaktu penaklukan Makkah lalu menyerahkannya kembali kepadanya.

 

Kisah selanjutnya, Ali bin Abu Thalib juga memohon kepada Nabi saw agar kunci diserahkan padanya. Tetapi permohonan itu tidak dijawab oleh Nabi. Malah Nabi bertanya: “Di mana Usman bin Thalhah?” Setelah Usman datang, Nabi pun berkata: “Inilah kuncimu ya Usman. Hari ini adalah hari kebajikan dan pemenuhan janji.” Lalu Nabi pun membaca ayat di atas.

 

Artinya, Nabi memang memandang bahwa Usmanlah yang paling berhak atas kunci itu. Sebab secara turun temurun, klan ini sudah menjadi juru kunci dan pelayan jemaah haji sejak dulu kala. Dan selama ini Usman dapat dipercaya.

 

Bahkan sampai sekarang tetap dipegang oleh Bani Syaibah, keturunan Usman bin Thalhah. Itulah keturunan Quraisy yang disamping Bani Hasyim masih ada hingga sekarang di Makkah.

 

Oleh Hamka, ayat ini merupakan ajaran Islam yang wajib dipegang oleh penguasa-penguasa, memberikan amanat hendaklah kepada ahlinya.

 

“Orang yang akan diberi tanggung jawab dalam suatu tugas, hendaklah yang sanggup dan bisa dipercaya memegang tugas itu,” kata Hamka (h.120).

 

Nampaknya ayat di atas sangat relevan untuk kita angkat saat ini, terutama saat pilkada berlangsung hampir di seua daerah. Betapa banyak di tengah kehidupan (social, politik dan kemasyarakatan) kita, pemimpin-pemimpin yang tidak amanah, menyelewengkan tugas dan kekuasaannya.

 

Ini bisa terjadi lantaran awalnya mereka memang bukan ahlinya. Atau ahlinya tetapi tidak amanah. Maka penyelewengan, korusi, kolusi, dan perlakuan tidak adil mewarnai kepemimpinan setiap mereka yang tengah menjabat.

 

Semoga ke depan kita tidak lagi salah memilih pemimpin. Dan tidak salah pula seorang pemimpin memilih ajudan, pembantu, asisten, atau apalah namanya, sehingga negeri ini terurus dengan benar dan baik. [ ] Ahmad Nurcholish

 


Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

Kategori

%d blogger menyukai ini: