RESEARCH CENTER FOR ISLAM AND INDONESIA (RCII) JAKARTA mengundang Anda untuk hadir dalam diskusi dengan tema “Agama dan Ruang Publik Politis: Ketegangan dan Negosiasi Sosial-Politik”. Bersama,
PROF. DR. M. DAWAM RAHADRJO (INTELEKTUAL MUSLIM)
DR. FRANCISCO BUDI HARDIMAN (DOSEN PASCASARJANA STF DRIYARKARA)
MODERATOR: EDWIN ARIFIN (ADVISER RCII)
Diskusi akan dilaksanakan pada:
Hari: Senin, 15 September 2008, Waktu: 16.00-18.00 WIB
Tempat : Mushalla Rahardja Paramadina, Pondok Indah Plaza I, Kav. UA 20-21
Demikian undangan ini kami sampaikan, atas kesediaannya kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Sebagai tambahan, diskusi diakhiri dengan buka puasa dan makan malam bersama.
Wassalam,
RCII
Contact Person: Fachrurozi (081316314386)
Kerangka Acuan Diskusi
AGAMA DAN RUANG PUBLIK POLITIS:
KETEGANGAN DAN NEGOSIASI SOSIAL-POLITIK
Fenomena agama, dalam sejarahnya memang tidak melulu mengurusi soal-soal ritus bersifat privat. Agama juga memiliki keterkaitan aktif dengan kehidupan sosial di lingkungannya. Ia bisa menjadi inspirasi bagi pembentukan tatanan kehidupan yang lebih baik dan lebih adil di dalam masyarakat. Bahkan agama juga bisa memberi kontribusi nyata pada pengembangan demokrasi dan hak azasi manusia. Dengan demikian, peran-peran ini merupakan sesuatu yang perlu dipertimbangkan ketika agama kerap dianggap sebagai ancaman bagi pembangunan kehidupan bersama yang lebih baik. Yang menjadi masalah adalah soal proporsi yang pas: pada wilayah mana ia dapat ditolerir untuk terlibat dalam kehidupan publik dan mana yang tidak diperkenankan.
Konsep ruang publik, merujuk pada definisi Hebermas adalah “a domain of our social life where such a thing as public opinion can be formed [where] citizens…deal with matters of general interest without being subject to coercion…[to] express and publicize their views” (Habermas, 1997:105). Apa yang dimaksud dengan ruang publik adalah tempat di mana informasi, ide dan perdebatan berlalu lalang di dalam masyarakat, dan di mana opini politik dapat dibentuk. Tiga prinsip yang harus dipegang dalam ruang publik adalah soal sifatnya yang harus inklusif (merangkul semua), egaliter dan anti-represi. Dalam ruang publik tidak tidak ada pembedaan agama, ras dan suku. Semua memiliki kapasitas hak yang sama sebagai warga negara. Ia juga mengandaikan tidak adanya tekanan terhadap satu kelompok. Semua memiliki kebebasan untuk menyampaikan pandapat dan opininya di ruang publik, sejauh tidak mengajarkan atau mengajak orang lain untuk melakukan tindak kekerasan (kriminal).
Tinggalkan Balasan