Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta akan menyelenggrakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema: ”Revitalisasi Kelompok Moderat: Memperkuat Integrasi Sosial pada Komunitas Lintas Agama”. Kegiatan ini bertujuan untuk mempromosikan toleransi, anti diskriminasi serta pro perdamaian antar umat beragama. Dalam FGD ini akan dibahas berbagai masalah tentang integrasi sosial termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi terjadi dan rusaknya integrasi sosial antar umat beragama. Selain itu, FGD ini secara khusus akan memetakan permasalahan dalam integrasi sosial, melihat pengaruh kebijakan publik dan media dalam integrasi sosial, serta berbagi pengalaman antar peserta FGD dalam menangani integrasi sosial antar umat beragama. Melalui kegiatan ini diharapkan muncul kesadaran dan wawasan akan pentingnya membangun kembali integrasi sosial sebagai perspektif dalam mendukung perdamaian antar umat beragama.
Maka dengan ini, kami mengundang Bapak/Ibu/Saudara/i untuk menjadi Peserta pada acara tersebut yang akan dilaksananakan pada:
Hari & tanggal : Rabu-Kamis, 20-21 Agustus 2008
Waktu : 09.00-17.30 (TOR dan Jadwal acara terlampir)
Tempat : Ruang Sidang Gedung Pusat Bahasa dan Budaya Lt.2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Kertamukti No.5 Pisangan Ciputat 15419
Tema : FGD: ”Revitalisasi Kelompok Moderat: Memperkuat Integrasi Sosial pada Komunitas Lintas Agama”
TERM OF REFERENCE (TOR)
FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)
“REVITALISASI KELOMPOK MODERAT: MEMPERKUAT INTEGRASI SOSIAL KOMUNITAS LINTAS AGAMA”
Latar Belakang
Saat ini kekerasan-kekerasan sosial maupun komunal di beberapa daerah di tanah air seperti Aceh, Maluku, Sulawesi Tengah dan Kalimantan Barat telah mereda. Namun, konflik kekerasan komunal mulai muncul di daerah-daerah yang sebelumnya dikenal relatif damai, yang mengambil berbagai bentuk dari sekadar ancaman, pemukulan, hingga pengrusakan sarana ibadah dan simbol-simbol keagamaan lainnya. Berbagai kekerasan itu terjadi antara lain disebabkan oleh mulai lunturnya toleransi dan sikap menghargai perbedaan yang ditunjukkan oleh sebagian kelompok keagamaan terhadap kelompok lainnya. Gejala ini tampaknya menunjukkan melemahnya integrasi sosial di antara umat beragama di tanah air.
Diskriminasi dan sikap intoleran yang kerap terjadi di beberapa wilayah di tanah air ini biasanya dilakukan oleh kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas yang dianggap keluar dari mainstream. Sikap intoleran ini kadangkala dilegitimasi oleh elite keagamaan, atas nama kesucian doktrin agama. Aksi kekerasan terhadap kelompok Jemaat Ahmadiyah di beberapa daerah seperti Jawa barat, Jakarta, dan Nusa Tenggara Barat merupakan contoh konkret diskriminasi agama yang dilakukan kelompok mayoritas atas kelompok minoritas.
Secara umum, komunitas berbeda keyakinan menghadapi persoalan dan tantangan besar dalam upaya memperkuat kohesi sosial di tengah proses transisi demokrasi di negeri ini. Adakalanya ketika kondisi politik memanas, para politisi yang tidak bertanggungjawab memanfaatkan identitas keagamaan para konstituen untuk memobilisasi dukungan politik dengan menghembuskan isu-isu keagamaan yang sensitif. Isu-isu seperti bahaya kristenisasi, misalnya, yang dihembuskan ke tengah komunitas Muslim, atau sebaliknya isu Islamisasi di tengah komunitas Kristen, bila tidak dikelola secara konstruktif dapat mengancam harmoni sosial di kalangan umat beragama. Beberapa kelompok dalam umat akan mudah tersulut emosinya dan terprovokasi untuk melakukan kekerasan dan sikap-sikap intoleran lainnya.
Persoalan lain yang tidak kalah pentingnya adalah menguatnya identitas keagamaan di kalangan umat beragama. Identitas keagamaan ini termanifestasi dalam tuntutan untuk memperlakukan hukum agama dalam kebijakan publik, khususnya di beberapa daerah yang memiliki akar budaya dan tradisi keagamaan yang kuat. Fenomena mutakhir munculnya kebijakan publik yang dipengaruhi kuat oleh Shari’ah, misalnya, atau yang dikenal dengan Perda-perda Shari’ah, merupakan contoh nyata trend penguatan identitas keagamaan ini di tingkat daerah. Survey yang dilaksanakan oleh Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Jakarta pada tahun 2006 lalu menunjukkan bahwa kehadiran Perda-perda syariah tersebut dapat berimplikasi kepada pemasungan kebebasan sipil, hak-hak kaum perempuan, dan hak-hak minoritas non-Muslim.
Menguatnya identitas keagamaan yang dibarengi dengan sikap-sikap intoleran di sebagian kelompok garis keras mendorong banyak kalangan untuk mengharapkan peran kelompok-kelompok moderat. Kalangan moderat keagamaan dari berbagai lintas keagamaan selama ini diharapkan perannya dalam meningkatkan toleransi antara umat dan memperkuat solidaritas dan integrasi sosial. Namun, peran ini dirasa masih jauh dari optimal sehingga tidak jarang terdengar keluhan bahwa suara kalangan moderat kalah nyaring daripada suara kalangan garis keras. Ada yang bilang kalangan moderat kurang militant memperjuangkan nilai-nilai moderasi itu sendiri. Selain itu, kuat asumsi bahwa peran kalangan moderat belum mampu menyentuh komunitas keagamaan, malahan masih bersifat elitis.
Melihat realitas diatas, CSRC melihat penting sekali memperkuat peran kalangan moderat antara lain dengan cara mendorong generasi muda sebagai motor penggerak dalam mengembangkan pemahaman dan penafsiran keagamaan yang moderat, toleran dan berorientasi damai di kalangan umat beragama. Pada sisi lain, mereka dapat pula memainkan peran yang signifikan dalam mempromosikan dan mengadvokasikan kebijakan publik keagamaan yang dapat memperkuat kohesi dan integrasi sosial.
Berdasarkan pemikiran di atas CSRC mencanangkan program penguatan peran kelompok moderat ini lewat berbagai kegiatan yang diarahkan pada penguatan kapasitas kelompok muda moderat lintas agama dalam mempromosikan dan mengadvokasikan pemahaman dan kebijakan publik keagamaan yang anti diskriminatif, baik di tengah komunitas maupun di level negara. Guna memperoleh gambaran yang tepat mengenai persoalan, kebutuhan dan tantangan para pemimpin muda moderat ini penting untuk diadakan Needs Assessment. Kegiatan ini akan ditempuh dengan cara Focus Group Discussion (FGD) dengan para pemimpin muda lintas agama dan wawancara mendalam dengan para pemangku masalahdi tingkat lokal.
Tujuan
1. Mendiskusikan dan mendalami problem, tantangan, dan kebutuhan para pemimpin muda moderat di tingkat lokal dalam mempromosikan dan mengadvokasi pandangan, sikap dan kebijakan publik yang anti diskriminatif.
2. Mengidentifikasi dan mengetahui kebijakan publik yang memberikan pengaruh bagi integrasi sosial antar umat beragama baik positif maupun negatifnya.
3. Mengetahui peran media dalam mempromosikan interaksi yang konstruktif dan toleransi antar umat beragama.
4. Mengetahui potensi para pemimpin muda moderat di tingkat lokal dalam rangka mempromosikan moderasi keagamaan baik di tingkat komunitas maupun di level kebijakan publik.
Hasil yang Diinginkan
Adapun hasil yang diharapkan adalah:
1. Terungkapnya problem, tantangan, dan kebutuhan para pemimpin muda moderat di tingkat lokal dalam mempromosikan dan mengadvokasi pandangan pandangan, sikap dan kebijakan publik yang anti diskriminatif.
2. Teridentifikasinya kebijakan publik baik di tingkat lokal maupun nasional yang memberikan pengaruh bagi terciptanya integrasi sosial antar umat beragama baik positif maupun negatifnya.
3. Terungkapnya peran media dalam mempromosikan interaksi dan toleransi antar umat beragama.
4. Diketahuinya potensi pemimpin muda moderat di tingkat lokal dalam rangka mempromosikan moderasi keagamaan baik di tingkat komunitas maupun di level kebijakan publik.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
FGD akan dilaksanakan selama 2 hari antara tanggal 20-21 Agustus 2008 bertempat di Kantor CSRC, Ruang Sidang Gedung Pusat Bahasa dan Budaya Lt.2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Kertamukti No. 5, Pisangan Ciputat
Format Acara
FGD ini terdiri dari 4 sesi diskusi terfokus. Setiap sesi akan dipimpin dan difasilitasi oleh seorang fasilitator. FGD merupakan kelompok diskusi bukan wawancara atau obrolan. Oleh karena itu, diharapkan kepada para peserta untuk turut aktif berinteraksi dan menghidupkan suasana diskusi yang kondusif. Karena tanpa interaksi antar peserta, FGD akan berubah wujud menjadi kelompok wawancara terfokus (FGI-Focus Group Interview). FGD mengambil 4 tema besar, yaitu Pemetaan Masalah Integrasi Sosial, Kebijakan Publik dan Integrasi Sosial, Media dan Integrasi Sosial, dan Best Practices (pengalaman) dan Integrasi Sosial. Secara rinci tema-tema tersebut dituangkan dalam jadual acara sebagai berikut:
Hari Pertama
09.00 – 09.45 : Pembukaan
Sambutan-sambutan
1. Sambutan Ketua panitia
2. Sambutan Perwakilan CSRC
09.45 – 10.00 : Coffee Break
10.00 – 12.00 : Sesi 1
Pemetaan Masalah Integrasi Sosial
12.00 – 13.00 : Makan Siang
13.00 – 15.00 : Sesi 2
Kebijakan Publik dan Integrasi Sosial
15.00 – 15.30 : Coffee Break
15.30 – 17.30 : Sesi 3
Media dan Integrasi Sosial
Hari Kedua
09.00 – 11.30 : Sesi 4
Best Practices (pengalaman) dan Integrasi Sosial
11.30 – 12.00 : Penutupan
12.00 – 13.00 : Makan Siang
Peserta
Peserta FGD berjumlah 20 orang dipilih dengan kriteria sebagai berikut:
1. Berumur antara 25 – 40 tahun.
2. Memiliki pengalaman dalam promosi integrasi sosial.
3. Memiliki pengalaman dalam kerja-kerja interfaith dialogue.
4. Beragama baik Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu ataupun agama-agama lokal dengan kategori moderat.
5. Memiliki wawasan keagamaan dan komitmen yang kuat untuk mempromosikan nilai-nilai perdamaian, antidiskriminasi, dan toleransi.
Hak Peserta
1. Semua peserta berhak mendapatkan seminar kit dan sertifikat.
2. Semua peserta berhak mendapatkan konsumsi selama acara berlangsung.
3. Semua peserta berhak mendapatkan uang pengganti transport.
Kewajiban Peserta
1. Semua peserta diharuskan mengisi surat pernyataan kesediaan yang ditandatangani dan dikirim kepada panitia paling lambat Jumat, 15 Agustus 2008. Dengan ini, peserta dianggap telah membaca dan menyetujui seluruh ketentuan yang diberlakukan oleh panitia.
2. Semu peserta diharuskan untuk mengikuti seluruh acara secara penuh, jika tidak bersedia mengikuti satu sesi saja, maka tidak akan mendapatkan semua hak-hak peserta.
3. Semua peserta diharuskan datang tepat waktu.
4. Semua peserta sangat diharapkan dapat mengikuti FGD secara aktif selama acara berlangsung.
Penutup
Demikianlah TOR ini dibuat. Hal lain yang belum tercantum akan dijelaskan di dalam guidelines pelaksana.
umur Saya masih belum mencukupi untuk ikut FGD ini tapi dalam organisasi saya, saya memgang sebagai koordinator keagamaan (lintas agama)
dimana saya ingin sekali mengikutinya, bagaimana menurut Panitia…?
By: Ichan on Agustus 4, 2009
at 10:36 pm
Acaranya sdh lewat Mas.
Nanti kalau ada info acara baru lagi serupa saya infokan ke Anda.
Tq, Salam
Nurcholish
By: ahmadnurcholish on Agustus 5, 2009
at 8:23 am